Perbedaan Riya dan Sum’ah: Contoh, dan Cara Menghindarinya

Fauzi Rahman

Dalam konteks keislaman, kedua istilah “riya” dan “sum’ah” sering kali muncul dalam diskusi mengenai niat dan amal ibadah.

Meskipun keduanya merujuk pada aspek tertentu dari niat yang buruk dalam melakukan amal, mereka memiliki definisi yang berbeda dan efek yang berbeda pula terhadap seseorang.

Baca juga: Memahami Larangan Ihram Bagi Laki-laki dan Perempuan Secara Lengkap

Artikel ini akan membahas perbedaan antara riya dan sum’ah, memberikan contoh, serta menawarkan cara untuk menghindarinya.

Definisi Riya dan Sum’ah

Riya adalah niat atau tindakan memperlihatkan amal ibadah kepada orang lain, dengan harapan mendapatkan pujian atau pengakuan dari mereka.

Dalam hal ini, timbul kecenderungan untuk melakukan amal bukan karena Allah semata, melainkan untuk memperoleh penghargaan sosial.

Misalnya, seseorang yang rajin beribadah di hadapan orang lain, tetapi ketika sendirian, ia tidak melaksanakan ibadah yang sama.

Baca juga: Keutamaan Umroh Bulan Ramadhan: Mengapa Sangat Istimewa?

Sum’ah, di sisi lain, merujuk kepada niat memperdengarkan atau menyebarluaskan amal baik yang kita lakukan, dengan tujuan agar orang lain mengetahui dan memuji tindakan kita.

Seperti halnya riya, sum’ah juga melibatkan keinginan untuk mendapatkan pengesahan sosial atas amal yang dilakukan.

Contoh dari sum’ah adalah seseorang yang dengan sengaja memberitahukan kepada orang lain tentang uang yang telah disedekahkan, dengan tujuan agar mereka tahu dan memujinya.

Perbedaan Utama

Perbedaan utama antara riya dan sum’ah terletak pada cara penyampaian niat tersebut.

Baca juga: Empat Penyebab Ibadah Haji Anda Tidak Diterima

Riya lebih fokus pada tindakan yang dilakukan di depan orang lain, sedangkan sum’ah berfokus pada pengungkapan amal yang dilakukan.

Keduanya memiliki dampak negatif terhadap kualitas amal ibadah, menggugurkan pahala, dan menjauhkan seseorang dari ketulusan dalam beribadah.

Contoh Riya dan Sum’ah

1. Riya:

  1. Seorang pria yang melakukan shalat di depan banyak orang dan berusaha memperlihatkan ibadahnya dengan gerakan yang berlebihan, agar orang lain terkesan.
  2. Seorang wanita yang dengan bangga mengungkapkan puasanya di media sosial saat Ramadan, padahal di dalam hatinya ia berharap mendapat pujian dari teman-temannya.

2. Sum’ah:

  1. Seseorang yang dengan sengaja memberitahukan teman-temannya tentang donation yang telah ia berikan untuk sebuah yayasan, untuk mendapatkan pujian.
  2. Seorang aktivis lingkungan yang selalu menyebarkan foto kegiatannya membersihkan pantai, bukan hanya untuk menginspirasi, tetapi juga untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari pengikutnya.

Cara Menghindari Riya dan Sum’ah

  1. Niat yang Ikhlas: Memantapkan niat sebelum beramal adalah langkah pertama yang paling penting. Setiap amal harus dilakukan karena Allah semata, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari orang lain.
  2. Mengingat Pahala dan Cita-Cita Syurga: Mengingat bahwa pahala dari amal ibadah berasal dari Allah dan bukan dari manusia dapat membantu seseorang untuk tetap fokus pada tujuan yang sesuai dengan ajaran agama.
  3. Beramal Secara Tersembunyi: Sebisa mungkin, lakukan amal ibadah secara tersembunyi. Misalkan, memberikan sedekah tanpa memberitahukan orang lain tentangnya, sehingga bebas dari pengaruh niat untuk dipuji.
  4. Menghindari Pembicaraan tentang Amal: Jika tidak perlu, hindarilah membicarakan amal yang telah dilakukan. Jika seseorang menanyakan tentang amal tersebut, berusahalah untuk merendahkan pembicaraan agar tidak terjatuh ke dalam sum’ah.
  5. Introspeksi Diri: Lakukan muhasabah (introspeksi) secara berkala untuk mengevaluasi motivasi di balik amal yang telah dilakukan. Pertanyakan kepada diri sendiri, “Apakah aku melakukannya untuk Allah atau untuk pengakuan orang lain?”

Kesimpulan

Riya dan sum’ah adalah dua hal yang perlu diwaspadai dalam setiap tindakan ibadah. Keduanya dapat merusak niat dan menghilangkan pahala dari amal tersebut.

Dengan menjaga keikhlasan dan selalu mengutamakan niat kepada Allah, kita dapat terhindar dari kedua sifat tersebut.

Melalui pendekatan yang tepat, setiap amal yang dilakukan dapat menjadi benar-benar bernilai, baik di mata Allah maupun di hadapan diri sendiri.

Bagikan:

Fauzi Rahman

Copywriter Enthusiast

Leave a Comment